TEORI
BELAJAR KONDISIONING IVAN PAVLOV
Tugas
Mata Kuliah Psikologi Umum dan Sejarah
Dsisusun
oleh : Supriyo,
S.Pd.I
Magister
Sains Psikologi Sekolah
Universitas
Ahmad Dahlan – Yogyakarta
(Jika Dibutuhkan, silahkan dijadikan referensi. Jika Berkenan hubungi saya untuk berdiskusi di supriyo_mtsnbener@yahoo.co.id atau FB : Rio dee Caprio atau 081 392 080 595)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Belajar merupakan
proses bagi manusia untuk menguasai berbagai kompetensi, keterampilan dan
sikap. Proses belajar dimulai sejak manusia masih bayi sampai sepanjang
hayatnya. Kapasitas manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang
membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Kajian tentang kapasitas manusia
untuk belajar, terutama tentang bagaimana proses belajar terjadi pada manusia
mempunyai sejarah panjang dan telah menghasilkan beragam teori. Salah satu
teori belajar yang terkernal adalah teori belajar behavioristik (seiring
diterjemahkan secara bebas sebagai teori perilaku atau teori tingkah laku).
Teori belajar merupakan
landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi
untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi
prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya
tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi
guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah
ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian
perubahan tingkah laku setelah proses
pembelajaran.
Timbulnya paham
Behaviorisme atau teori tingkah laku disebabkan adanya kekurangan pada
paham-paham sebelumnya seperti “strukturalisme” dan “Fungsionalisme”, akibat
yang paling parah dialami oleh paham strukturaliesme adalah mengabaikan arah
yang ditempuh oleh para ahli psikologi yang mengutamakan penerapan yang salah
satunya dengan menolak konsep evolusi. Kaum fungsionalisme yang membela
pendapatnya bahwa psikologi hanya meliputi studi tingkah laku, fungsi proses
mental dan hubungan antara pikiran-badan dan tidak termasuk digunakan dalam
dunia pembelajaran serta tidak mampu menyusun metoda penelitian yang tepat
batasannya dan pokok kajiannya, sehingga membuat kedua paham ini berakhir,
sehingga muncul paham baru yaitu, Behaviorisme.
Dalam dunia pendidikan
begitu banyak teori tingkah laku diantaranya yang sangat dikenal adalah teori
“Classical Conditioning” dari Ivan Pavlov,
Teori Classical Conditioning yang merupakan bagian dari
teori Behaviorisme mengatakan bahwa peniruan sangat penting dalam mempelajari
bahasa. Teori ini juga mengatakan bahwa mempelajari bahasa berhubungan dengan
pembentukan hubungan antara kegiatan stimulus-respon dengan proses
penguatannya. Proses penguatan ini diperkuat oleh suatu situasi yang
dikondisikan, yang dilakukan secara berulang-ulang. Sementara itu, karena
rangsangan dari dalam dan luar mempengaruhi proses pembelajaran, anak-anak akan
merespon dengan mengatakan sesuatu. Ketika responnya benar, maka anak tersebut
akan mendapat penguatan dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Saat proses ini
terjadi berulang-ulang, lama kelamaan anak akan menguasai percakapan.
Menurut Ivan Pavlov bahwa teori ini “klasik”. Sehingga
kesimpulan teori yang ia tangkap”respon” dikontrol oleh pihak luar; ia
menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai “stimulus”. Demikianlah
kejeniusan Ivan Pavlov mengenai teori classical conditioning sebagai dasar
hasil eksperimennya.
Akibatnya, Ivan Pavlov telah melahirkan model belajar teori
classical conditioning bermanfaat, maka merupakan keharusan penulis untuk
menyampaikan kembali, guna mewujudkan dinamika teori Ivan Pavlov sebagai dasar
pengembangan dalam praktek belajar mengajar, sehingga dapat berjalan dengan
baik dan tercapai tujuan yang diharapkan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Riwayat
Singkat Tentang Ivan Pavlov
Ivan Petrovich Pavlop lahir di Rusia pada tanggal 14
September tahun 1849 dan meninggal di Leningrad pada tanggal 27 februari 1936.
dan beliau meninggal pada tahun 1936 di Rusia. Sebenarnya ia bukan seorang
sarjana psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena
ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berfikirnya adalah
sepenuhnya cara berfikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap
psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah. Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu
berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi. Kendatipun
demikian, peranan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya
mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran
psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas
psikis sebenarnya tidak lain merupakan rangkaian refleks-refleks belaka. Karena
itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari
refleks-refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh
Rusia lain bernama I.M. Sechenov yang banyak mempengaruhi Pavlov ini, kemudian
dijadikan dasar pandangan pula oleh J.B Watson di Amerika Serikat dalam aliran
Behaviorisme nya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya.
Dasar pendidikan Pavlov memang ilmu faal. Mula-mula ia
belajar ilmu faal hewan dan kemudian ilmu kedokteran di Universitas St.
Petersburg. Pada tahun 1883 ia mendapat gelar Ph.D setelah mempertahankan
setelah mempertahankan thesisnya mengenai fungsi otot-otot jantung. Kemudian
selama dua tahun ia belajar di Leipzig dan Breslau. Pada tahun 1890 ia menjadi
profesor dalam farmakologi di Akademi Kedokteran Militer di St. Petersburg dan
direktur Departemen Ilmu Faal di Institute of Experimental medicine di St. Petersburg.
Antara1895-1924 ia menjadi Professor ilmu Faal di Akademi Kedokteran Militer
tersebut, 1924-1936 menjadi direktur Lembaga ilmu Faal di Akademi Rusia
Leningrad. Pada 1904 ia mendapat hadiah Nobel untuk penelitiannya tentang
pencernaan.
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah
psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi (‘conditioned
reflex). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar Behaviorisme,
sekaligus meletakkan dsar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai proses
belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar. Bahkan American
Psychological Association (APA) mengakui bahwa Pavlov adalah orang yang
terbesar pengaruhnya dalam psikologi modern disamping Freud.1
Pavlov memiliki beberapa buah karyanya yang penting,
sebagaimana dikutip dari Filsafat Islam karangan Ismail Asy-Syarafa beliau
menerangkan diantaranya:
a. Dua Puluh Tahun Studi Objektiv
tentang Aktivitas Saraf (perilaku) pada Binatang (Isyuruuna ‘Aamman mi
Ad-Dirasah Al-hayawaanat, 1923.
b. Kuliah tentang Cara Kerja Dua
Lingkaran Besar Otak (Muhadharat fi ‘Amali An-Nishfain Al-Kurawiyyaain
Al-Kabirainn li Al-Mukh),1927.2
B. Teori
Belajar Kondisioning Gagasan Ivan Pavlov
Teori belajar gagasan Ivan Pavlov disebut dengan Teori
pembiasaan klasik (classical conditioning) . Kata classical yang mengawali nama
teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap
paling dahulu di bidang conditioning (upaya pembiasaan) dan untuk membedakannya
dari teori conditioning lainnya (Gleitmen,1986). Selanjutnya, mungkin karena
fungsinya, teori pavlov ini juga dapat disebut respondent conditioning
(pembiasaan yang dituntut). Teori ini sering disebut juga contemporary
behaviorist atau juga disebut S-R psychologists yang berpendapat bahwa tingkah
laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan
(reinforcement) dari lingkungan. Jadi, tingkah laku belajar mendapat jalinan
yang erat antara reaksi behavioral dengan stimulasinya. Guru yang menganut
pandangan ini bahwa masa lalu dan masa sekarang dan segenap tingkah laku
merupakan reaksi terhadap lingkungan mereka merupakan hasil belajar. Teori ini
ini menganalisis kejadian tingkah laku dengan mempelajari latar belakang
penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.3
Dalam sub judul ini penulis banyak mengutip uraian Hendry C.
Ellis, tentang eksperimennya Pavlov di laboratorium pada seekor anjing.4 Beliau
melakukan operasi kecil pada pipi anjing itu sehingga bagian dari kelenjar liur
dapat dilihat dari kulit luarnya.5 Sebuah saluran kecil di pasang pada pipinya
untuk mengukur aliran air liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari penglihatan
dan suara luar, atau diletakkan pada panel gelas.
Rita L. Atkinson, et.al mengungkapkan; lampu dinyalakan.6
Anjing dapat bergerak sedikit, tetapi tidak mengeluarkan liur. Setelah beberapa
detik, bubuk daging diberikan; anjing tersebut lapar dan memakannya. Alat
perekam mencatat pengeluaran air liur yang banyak.7 Prosedur ini beberapa kali.
Kemudian lampu dinyalakan tetapi bubuk daging tidak diberikan, namun anjing
tetap mengeluarkan air liur. Binatang itu telah belajar mengasosiasikan
dinyalakan lampu dengan makanan.8
Peristiwa ini menurut Pavlov merupakan refleks bersyarat9
dari adanya masalah fungsi otak, sehingga masalah yang ingin dipecahkan oleh
Pavlov dengan eksperimen itu ialah bagaimanakah refleks bersyarat itu
terbentuk.10
Dari eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol oleh
pihak luar; pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan
sebagai stimulus, sebagaimana dijelaskan Agus Suryanto tentang teori Pavlov
tersebut, beliau mengatakan semua harus berobjekkan kepada segala yang tampak
oleh indera, dari luar.11
Peranan orang yang belajar bersifat pasif karena untuk
mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu. Sedangkan mengenai
penguat menurut Pavlov bahwa stimulus yang ridak terkontrol (unconditioned
stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu sendirilah yang
menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai penguat.12
Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi
bila stimulus berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh
stimulus tidak berkondisi? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam.
Dengan kata lain pelenyapan adalah tidak terjadinya respon atau menurunnya
kekuatan respon pada saat diberikan kembali stimulus berkondisi tanpa diikuti
stimulus tak berkondisi setelah terjadinya respon. Sedangkan penyembuhan
spontan adalah tindakan atau usaha nyata untuk menghalangi terjadinya pelenyapan.
Satu diantaranya ialah melalui rekondisioning atau mengkondisikan kembali
melalui pemberian kedua stimulus berkondisi secara berpasangan.13
Dari peristiwa pengkondisian klasik ini , merupakan dasar
bentuk belajar yang sangat sederhana, sehingga banyak ahli kejiwaan menganggap
Pavlov sebagai titik permulaan tepat untuk penyelidikan belajar.14
Lalu peristiwa kondisioning juga banyak terdapat pada diri
manusia, misalnya anda dapat menjadi terkondisi terhadap gambar makanan dalam
berbagai iklan yang menampilkan makanan malam dengan steak yang lezat, dapat
memicu respon air liur meskipun anda mungkin tidak lapar.15
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Ivan Pavlov maka
terlihat bahwa pentingnya mengkondisi stimulus agar terjadi respon. Dengan
demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan respon.
Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor
lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal).
Dalam eksperimennya yang lain, Pavlov menggunakan anjing
untuk mengetahui hubungan antara conditional stimulus (CS), unconditioned
stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan unconditioned response (UCS). CS
adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan
respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan
yang menimbulkan respons yang tidak dipelajari, dan respons yang tidak
dipelajari itu disebut UCR.
Anjing percobaan itu mula-mula diikat sedemikian rupa dan
pada salah satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang
dihubungkan dengan pipa kecil (tube). Perlu diketahui bahwa sebelum dilatih
(dikenal eksperimen), secara alami anjing itu selalu mengeluarkan air liur
setiap kali mulutnya berisi makanan. Ketika, bel dibunyikan secara alami pula
anjing itu menunjukkan reaksinya yang relevan, yakni tidak mengeluarkan air
liur.
Kemudian, dilakukan eksperimen berupa latihan pembiasaan
mendengarkan bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk
daging (UCS). Setelah latihan yang berulang-ulang ini selesai, suara bel tadi
(CS) diperdengarkan lagi tanpa disertai makanan (UCS). Apa yang terjadi?
Ternyata anjing percobaan tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya
mendengar suara bel (CS). Jadi, CS akan menghasilkan CR apabia CS dan UCS telah
berkali-kali dihadirkan bersama-sama.
Berdasarkan eksperimen di atas, semakin jelaslah bahwa
belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus
dan respons. Jadi, prinsipnya hasil eksperimen E.L Thorndike di muka kurang lebih
sama dengan hasil eksperimen Pavlov yang memang dianggap sebagai pendahulu dan
anutan Thorndike yang behavioristik itu. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari
hasil eksperimen pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu
disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat
akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam
hal ini CR.16
Agar lebih jelas, dalam model 4 digambarkan proses
terjadinya hubungan antara stimulus dan respons tersebut baik yang
unconditioned (secara alami) maupun yang conditioned (buatan/yang dibiasakan).
C. Konsep
Teori Utama Ivan Pavlov
Dalam merumuskan teori belajar, Ivan Pavlov mengelompokkan
konsep teori ke dalam 4 (empat) teori:17
1. Eksitasi (Kegairahan ) dan
Inhibition (Hambatan)
Menurut Ivan Pavlov dua proses dasar yang mengatur semua
aktivitas sistem saraf sentra adalah Exitation (Eksitasi/kegairahan) dan
Inhibition (Hambatan). Ivan Pavlov bersepkulasi bahwa setiap kejadian
lingkungan berhubungan dengan beberapa titik tolak dan saat kejadian itu
dialami, ia cenderung menggairahkan atau mengahambat aktivitas otak. Jadi otak
terus menerus dirangsang atau dihambat, tergantung pada apa yang dialami
organisme. Pola eksitasi dan hambatan yang menjadi karakteristik otak ini oleh
Pavlov disebut corcical mozaik (mozaik corcical). Mosaik kortikal pada satu
momen akan menentukan bagaimana organisme merespon lingkungan. Setelah
lingkungan eksternal atau internal berubah, mosaik kortikal akan berubah dan
perilaku juga akan berubah.
Mozaik kortikal dapat menjadi konfigurasi yang relatif
stabil, sebab menurut Pavlov pusat otak yang berkali-kali aktif bersama akan
membentuk koneksi temporer dan kebangkitan satu poin akan membangkitkan poin
lainnya. Jadi, jika satu nada terus menerus diperdengarkan kepada seekor anjing
sebelum ia diberikan makan, area di otak yang merespon ke makanan. Ketika
koneksi-koneksi ini terbentuk, presentase nada akan menyebabkan hewan bertindak
seolah-olah makanan akan disajikan. Pada poin ini kita mengatakan refleks yang
dikondisikan sudah terjadi.
2. Streotip Dinamis
Secara garis besar streotip dinamis adalah mosaik kortikal
yang menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang dapat
diprediksi selama periode waktu tertentu yang lumayan panjang. Selama pemetaan
kritikal ini dengan akurat merefleksikan lingkungan dan menghasilkan respons
yang tetap, maka segala sesuatu akan baik-baik saja. Tetapi, jika lingkungan
berubah secara radikal, organisme mungkin kesulitan untuk mengubah stereotif
dinamis. Ung diikuti oleh kejadian lingkungan lainnya, dan selama hubungan ini
terus terjadi, asosiasi antara keduanya pada level neural akan menguat.
(perhatikan kemiripan dengan pemikiran Thorndike tentang efek dari latihan
terhadap ikatan neural). Jadi, lingkungan berubah cepat, jalur neural baru
harus dibentuk, dan itu bukan tugas yang mudah.
3. Iradiasi dan Konsenterasi
Pada awalnya terjadi iradiasi akan melebur ke arah otak lain
di dekatnya. Iradiasi adalah proses yang dipakai Ivan Pavlov untuk menjelaskan
generalisasi, yaitu: ketika hewan dikondisikan untuk merespon nada itu, tapi
juga merespon nada yang lain yang terkait dengannya. Ivan Pavlov mengasumsikan
bahwa nada yang paling dekat dengan nada yang dipresentasekan dalam daerah otak
yang dekat dengan area yang menerima nada. Saat nada menjadi makin berbeda,
daerah otak yang mempresentasekannya akan semakin jauh dari area yang menerima.
Selain itu, pavlov mengasumsikan bahwa eksitasi akan hilang karena jarak.
Pavlov juga menemukan bahwa konsenterasi sebuah proses yang berlawanan dengan
iradiasi.
4. Pengkondisian Eksitateris dan
Inhibitoris
Ivan Pavlov mengidentifikasi dua tipe umum dari
pengkondisian , yaitu pertama: eksitori kondisioning akan tampak ketika
pasangan CS-US menimbulkan suatu respon (sebuah bell (CS) yang dipasangkan
berulang kali dengan makanan (US) sehingga penyajian CS akan menerbitkan air
liur (CR), satu nada (CS) dipasangkan berulang kali dengan tiupan angin (US)
langsung ke mata yang menyebabkan mata secara refleks berkedip (UR) sehingga
penyajian CS saja akan menyebabkan mata berkedip.
Conditioned inhibition tampak training CS atau menekan suatu
respon misalnya, Pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan mungkin disebabkan oleh
munculnya hambatan setelah CS menimbulkan respon itu diulang tanpa suatu
penguat.
D.
Hukum-Hukum Yang Digunakan Pavlov
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang
individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek
mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat,
minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan
behaviorisme ini, diantaranya : Ivan Pavlov “classical conditioning”nya:
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :18
a. Law of Respondent Conditioning,
berarti hukum pembiasaan pembiasaan yang dituntut. Menurut Hintzman (1978),
yang dimaksud dengan law of respondent conditioning ialah, jika dua macam
stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer) maka refleks ketiga yang terbentuk dari respons atas penguatan
refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Yang dimaksud dengan dua stimulus
tadi adalah CS dan CR.
b. Law of Respondent Extinction,
berarti hokum pemusnahan yang dituntut. Yaitu jika refleks yang sudah diperkuat
melalui respomdent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan
reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
E. Pendapat
Pavlov tentang Belajar dan Pendidikan
Dalam penjelasan terdahulu telah dijelaskan bahwa Pavlov
adalah seorang ilmuwan yang membaktikan dirinya untuk penelitian. Ia memandang
ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar tentang berbagai masalah dunia dan
masalah dan masalah manusia. Peranan ilmuwan menurutnya antara lain membuka
rahasia alam sehingga dapat memahami hukum-hukum yang ada pada alam. Di samping
itu ilmuwan juga harus mencoba bagaimana manusia itu belajar dan tidak bertanya
bagaimana mestinya manusia belajar.
Teori belajar classical conditioning mengaplikasikan
pentingnya mengkondisi stimulasi agar terjadi respon. Dengan demikian,
pengontrolan dan perlakuan stimulus jauh lebih penting daripada pengontrolan
respon. Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan
faktor lingkungan daripada motivasi internal.
Pandangan Pavlov tentang belajar, ia mengutamakan perilaku
dan perubahan tingkah laku organisme melalui hubungan stimulus respon (S-R).
Dengan demikian, belajar hendaknya mengkondisi stimulus agar bias menimbulkan
respon. Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terus-menerus yang
timbul sebagai akibat dari persyaratan kondisi.
Dalam pendidikan, prinsip Pavlov sulit untuk diaplikasikan
dalam pendidikan di kelas. Sebab yang menjadi pertanyaannya adalah apakah
percobaannya terhadap hewan akan terjadi pula pada manusia?Pertanyaan inilah
yang sering dilontarkan terhadap teori classical conditioning. Oleh sebab itu,
walaupun paradigma classical conditioning dari Pavlov telah diperluas
berdasarkan penelitian-penelitian psikologi, namun persoalan penerapannya dalam
praktek masih menimbulkan pertanyaan. Banyak latihan-latihan. Pendidikan
berdasarka teori Pavlov baik pad amasa lampau maupun masa sekarang tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan. Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita
temukan seperti lonceng berbunyi mengisyaratkan belajar dimulai atau pelajaran
berakhir.
Pertanyaan guru diikuti angkatan tangan siswa, suatu
pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk
memanggil suatu respon atau tanggapan. Ahli pendidikan lain juga menyarankan
bahwa panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam
mempelajari bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar perbendaharaan kata-kata.
Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan
membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata dalam bahasa asing. Dalam
pengertian yang lebih luas misalnya memasangkan makna suatu konsep dengan
pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terms menjadi bidang
yang aktif dalam psikologi saat ini. Sebagian para ahli telah mulai
meninggalkan teori psikologi ini.
Adapun kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori
ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan
dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan
terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu,
manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau
pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan
reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori Conditioning ini memang tepat kalau
kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia, teori ini hanya dapat
kita terima dalam hal-hal belajar tertentu saja. Umpamanya dalam belajar yang
mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada
anak-anak kecil.19
Daftar Pustaka
1. Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh
Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang,1991),h. 108-110
2. Ismail Asy-Syarafa, Ensiklopedi Filsafat, terj: Sholfiyullah
Muklas (Jakarta: Khalifah 2005), h.70
3. Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2011),h,85-86
4. Menurut penulis, anjing bukan
menjadi persoalan kita sacara normative, sebagaimana Allah telah memberikan
makna bahwa seluruh alam ini akan tunduk kepada kita sabagai Khalifahtullah fii
Ardhi, lalu dari seluruh binatang yang ada di dunia ini, yang telah masuk surga
adalah seekor anjing sebagaimana ceritanya ada dalam Al-Qur’an dengan ashabul
kahfi.
5. Hendry C. Ellis, Fundamnental Of Human Learning,Memory, and
Cognition, second edition (Unitied States Of America: Wn.C. Bowrn Company
publishers, 1978), h. 10.
6. Analisis penulis mengemukakan ini
sebagai stimulus. Istilah stimulus mengacu pada semua hal atau perubahan yang
ada dalam lingkungan. Stimulus dapat berasal dari luar (external stimulus), dan
juga dari dalam (internal stimulus).
7. Respon. Respons mengacu pada
perubahan perilaku yang melibatkan adanya aktivitas yang disebabkan oleh otot
dan kelenjar. Sama halnya dengan stimulus, respons bisa berupa respons luar
(external) dan respons dari dalam (internal).
8. Rita L. Atkitson, et.al, Intruduction To Psychology, Eight Edition,
Terj. Nurjannah Taufiq, Rukmini Barnana, Editor Agus Gharma, Michael Adrianto
(Jakarta: Erlangga, 1983), h. 294-295.
9. Substansi penelitian Pavlov tentang
masalah fungsi otak (dalam bidang fisiologi).
10. Sumadi Suryasubrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT
Grafindo Persada,2008),h. 265
11. Agus Suyanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Aksara Baru, 1986). h. 116 beliau
mengungkapkan bahwa teori Pavlov sama halnya dengan Psychoreflesologi yakni
hanya berobjek kepada apa yang tampak dari luar, yaitu tingkah laku.
12. Toeti Soekamto dan Udin Saripudin
Winaputra, Teori Belajar dan Model-model
Pembelajaran (Jakarta, Dikti, 1977), h. 18.
13. Nana Sudjana, Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, (Lembaga Penerbit FE-UI,
1990), h. 70.
14. Rita L. Atkinson, et. Al, Introduction to Psychology, h. 299
15. Henry C. Ellis, Fundamental of Human Learning, Memory and Cognition, h. 14
16. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,2001),h,85-86
17. Hergenhan Matthew Olson, Theories of Learning,(Jakarta: Kencana,2009),h.
189-191
18. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,h,87-88
19. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung:Remaja
Karya,1988), h.94